Microservices: Pengertian, Contoh, dan Kelebihannya

Pengantar Microservices: Teknologi Masa Kini yang Mengubah Wajah Bisnis Digital

Microservices adalah sebuah pendekatan arsitektur perangkat lunak yang semakin banyak diadopsi oleh perusahaan-perusahaan, terutama yang bergerak di bidang digital seperti e-commerce, jasa transportasi, layanan properti, dan lain sebagainya. Mengapa hal ini bisa terjadi? Apa yang membuat microservices begitu menarik bagi banyak perusahaan? Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang apa itu microservices, bagaimana penerapannya, kelebihan dan kekurangannya, serta contoh-contoh perusahaan yang berhasil mengimplementasikannya.

Apa Itu Microservices?

Microservices adalah sebuah desain arsitektur yang memungkinkan pembuatan aplikasi dari berbagai unit layanan yang berdiri sendiri namun tetap saling terhubung. Setiap unit layanan atau komponen ini menjalankan fungsi yang berbeda, tapi tetap saling mendukung satu sama lain untuk mencapai tujuan yang sama.

1. Konsep Dasar Microservices

Pada dasarnya, microservices membagi aplikasi utama menjadi lebih kecil, yang artinya aplikasi tersebut terdiri dari banyak komponen seperti layanan/produk, server, database, dan lain sebagainya. Agar setiap unit ini tetap saling terhubung, biasanya digunakan Application Programming Interface (API).

2. Sejarah dan Perkembangan Microservices

Istilah microservices pertama kali muncul pada tahun 2005 ketika Dr. Peter Rodgers membahas konsep micro-web-services pada sebuah konferensi tentang cloud computing. Sejak saat itu, microservices telah menjadi pilihan utama bagi banyak perusahaan. Menurut sebuah riset, sekitar 85% perusahaan telah mengadopsi arsitektur ini. Selain itu, microservices juga terbukti meningkatkan efisiensi karyawan, customer experience, serta mengurangi biaya pengembangan pada 63% perusahaan.

Monolith vs. Microservices

Untuk lebih memahami microservices, mari kita bandingkan dengan pendekatan arsitektur monolith.

1. Definisi Monolith

Monolith adalah pendekatan arsitektur di mana seluruh komponen atau fitur dijadikan satu dalam sebuah server aplikasi. Semua sistem, mulai dari server, logika, database, hingga user interface, menggunakan satu server yang sama.

2. Kelebihan dan Kekurangan Monolith

Monolith lebih sederhana dalam hal pengelolaan karena semua komponen berada dalam satu tempat. Namun, pendekatan ini memiliki beberapa kelemahan, seperti kurang fleksibel terhadap perubahan dan lebih lama dalam proses deployment. Ketika ada satu fitur yang perlu diubah, seluruh sistem harus ikut diubah, yang tentu saja memakan waktu dan biaya yang lebih besar.

BACA JUGA :  Apa Itu User Interface: Pengertian, Kegunaan, dan Contohnya

3. Perbandingan Monolith dan Microservices

Berikut adalah tabel perbandingan antara monolith dan microservices:

| Aspek | Microservices | Monolith |
|—————————–|——————————————-|—————————————-|
| Biaya Sewa Server | Lebih mahal, setiap komponen butuh resource yang berbeda | Lebih murah, hanya menggunakan satu server |
| Maintenance | Menyesuaikan kebutuhan masing-masing module | Saat server bermasalah, seluruh layanan terdampak |
| Kecepatan Memproses Permintaan | Lebih cepat | Lambat karena resource digunakan bersama |
| Deployment | Tidak mengganggu proses dan module lainnya | Lebih mudah dan cepat |
| Fleksibilitas Pengembangan | Lebih fleksibel | Lebih rumit, harus merombak seluruh aplikasi utama |

5+ Karakteristik Microservices

Ada beberapa karakteristik penting dari microservices yang menjadikannya pilihan yang lebih baik untuk perusahaan besar:

1. Terdiri dari Beberapa Komponen

Microservices membagi aplikasi utama menjadi lebih kecil. Jadi, aplikasi yang menggunakan arsitektur ini pasti terdiri dari banyak komponen seperti layanan/produk, server, database, dan lainnya. Oleh sebab itu, biasanya aplikasi dengan microservices membutuhkan REST API agar setiap unitnya tetap saling terhubung.

2. Ditujukan untuk Kebutuhan Bisnis

Penggunaan arsitektur microservices membantu perusahaan mencapai kebutuhan bisnisnya, termasuk menyediakan berbagai jasa dengan pelayanan yang optimal. Misalnya, sebuah startup yang menyediakan layanan jual-beli rumah, sewa apartemen, dan jasa kebersihan, bisa mengembangkan setiap layanan secara terpisah dengan tim khusus untuk masing-masing layanan tersebut.

3. Proses Routing Sederhana

Karakteristik microservices berikutnya adalah menyederhanakan proses dalam web/apps. Karena terdiri dari komponen-komponen kecil, sebuah fitur dapat memproses permintaan tanpa harus berkoordinasi dengan fitur lainnya. Ini berarti ketika pengembang merilis fitur baru, potensi gangguan pada fitur lama pun lebih kecil.

4. Dapat Berjalan Sendiri (Desentralisasi)

Microservices memungkinkan sebuah fitur berjalan tanpa perlu sinkronisasi dengan fitur lainnya. Dengan pendekatan ini, setiap layanan mampu berjalan sendiri, sehingga tim developer dalam perusahaan bisa mengembangkan fitur sesuai kebutuhan layanan mereka.

BACA JUGA :  Portofolio Adalah: Fungsi, Manfaat dan Cara Membuat

5. Mengurangi Risiko Kegagalan

Karena setiap komponen dalam web/apps dapat berjalan sendiri, microservices mampu mengurangi risiko kegagalan. Saat terjadi kerusakan pada sebuah fitur, komponen lain kemungkinan besar tidak terpengaruh.

6. Selalu Berkembang (Evolusioner)

Microservices memberikan fleksibilitas pengembangan yang lebih longgar. Sehingga, fitur-fitur dalam setiap komponen lebih mudah untuk berevolusi, sesuai kebutuhan konsumen. Sebagai contoh, YouTube yang awalnya hanya menyediakan tayangan video, kini memiliki fitur YouTube Shorts.

Kelebihan Microservices

Berikut adalah beberapa kelebihan dari arsitektur microservices:

1. Bebas Memilih Teknologi

Setiap fitur dalam layanan perusahaan bisa dibangun dengan teknologi yang berbeda, baik itu framework seperti Kubernetes, Laravel, Docker, maupun bahasa pemrograman seperti Java, Python, Objective-C, dan lainnya.

2. Leluasa untuk Upgrade

Dengan microservices, upgrade sistem menjadi lebih leluasa, terutama dalam menambahkan sumber daya. Anda bisa meng-upgrade layanan tertentu saja sesuai kebutuhan, optimalkan penggunaan resource dan hemat biaya.

3. Memudahkan Error Isolation

Dalam sistem monolith, satu layanan bermasalah bisa mempengaruhi layanan lainnya. Namun, dengan microservices, Anda bisa melakukan error isolation, mengurung masalah dalam area tertentu saja sehingga fitur lain tidak kena dampaknya.

4. Maintenance Lebih Mudah

Karena aplikasi utama dipecah menjadi beberapa layanan, maintenance-nya pun lebih mudah. Tim developer tidak harus memelihara seluruh bagian aplikasi, cukup di layanan yang mereka pegang.

Kekurangan Microservices

Namun, microservices juga memiliki beberapa kekurangan:

1. Sistem Menjadi Kompleks

Saat memutuskan menggunakan arsitektur microservices, Anda harus bersiap-siap bahwa sistem akan menjadi lebih kompleks. Akan ada lebih banyak bahasa pemrograman, framework, hingga module yang dibutuhkan.

2. Koordinasi Antar Layanan Lebih Rumit

Akibat dari sistem yang menjadi kompleks, koordinasi antar layanan mungkin agak lebih rumit. Setiap layanan berjalan sendiri-sendiri, sehingga ketika developer melakukan testing tertentu, mereka perlu bekerja keras untuk mengurangi potensi masalah latensi jaringan atau error lainnya.

3. Biaya Lebih Mahal

Microservices membutuhkan biaya lebih mahal karena setiap database butuh server tersendiri dan Anda juga memiliki lebih banyak tim untuk dikelola. Untuk project besar, microservices mampu meningkatkan efisiensi berbagai proses bisnis dan membantu perusahaan mendapat untung yang lebih besar. Namun untuk project kecil, microservices justru bisa membuat Anda mengeluarkan lebih banyak modal dan kerumitan.

BACA JUGA :  Cara Ganti Password Gmail dengan Mudah!

Contoh Penggunaan Microservices

Berikut adalah beberapa contoh perusahaan yang berhasil mengimplementasikan arsitektur microservices:

1. Amazon

Amazon adalah e-commerce dengan 300 juta pelanggan aktif dan lebih dari 1,9 juta merchant. Awalnya Amazon menggunakan monolith, namun seiring peningkatan jumlah konsumen dan kebutuhan bisnis, arsitektur ini menciptakan banyak issue. Akhirnya, Amazon pun menerapkan microservices sehingga berbagai layanannya bisa berjalan secara independen.

2. Spotify

Spotify menggunakan microservices agar bisa mengikuti persaingan dengan layanan streaming lainnya. Karena membutuhkan inovasi yang cepat dan perkembangan terus menerus, microservices adalah arsitektur yang tepat.

3. Netflix

Netflix memulai perjalanannya sebagai tempat persewaan DVD. Di tahun 2008, Netflix mulai menawarkan layanan live-streaming film dan menggunakan arsitektur monolith. Namun, karena masalah serius pada database, Netflix terpaksa menutup operasional bisnis hingga empat hari. Sejak tahun 2009, Netflix mulai menggunakan microservices secara bertahap untuk memenuhi demand layanan live-streaming yang tinggi dengan lancar.

Kesimpulan: Kapan Anda Mulai Pindah ke Microservices?

Microservices adalah cara untuk membagi suatu layanan menjadi lebih kecil tapi saling terhubung. Manfaat microservices adalah mengoptimalkan berbagai proses bisnis, sekaligus meningkatkan customer experience. Tak heran, arsitektur ini cocok untuk perusahaan yang mau atau sedang bertumbuh.

Namun, untuk mengeksekusi microservices, Anda membutuhkan sarana seperti Virtual Private Server (VPS). Memakai VPS, Anda lebih bebas mengatur hosting sesuai kebutuhan, termasuk membagi VPS menjadi beberapa docker container. sobatcloud.com menyediakan berbagai paket VPS murah dengan kualitas super yang mendukung root access, pengelolaan banyak akun hosting, mendukung Kubernetes, RAM cadangan 2X lipat, dan fleksibilitas upgrade layanan hosting sesuai kebutuhan.

Jadi, kapan nih Anda mau mulai pindah ke microservices? Gunakan VPS sekarang dan rasakan manfaatnya untuk bisnis digital Anda!

Leave a Comment